Wednesday, October 29, 2014

Lampu Kunang-kunang Ramah Lingkungan

Lampu Kunang-kunang Ramah Lingkungan
"Kuliah Pengantar Biokimia"

Kita telah belajar dari alam selama berabad-abad. Berbagai penemuan pun mayoritas terinspirasi dari segala ciptaan Tuhan yang ada. Manusia bisa membuat pesawat setelah mengamati burung, membuat kendaraan militer amphibi dengan belajar dari kodok, dan banyak lagi. Sekarang, kunang-kunang memberi ilham kepada para ilmuwan untuk membuat lampu yang tidak membutuhkan daya listrik sehingga lebih hemat energi.
Kunang-kunang adalah nama umum untuk serangga yang bercahaya dan termasuk ke dalam famili Lampyridae yang bersifat nocturnal. Kunang-kunang memiliki organ dan sel khusus (photocytes) yang mampu menghasilkan cahaya, terdapat pada segmen pertama atau kedua terakhir dari ekor (abdomen). Lebih dari 2000 spesies kunang-kunang tersebar di daerah tropis dan temperate. Kunang-kunang dapat dijadikan indikator alami terhadap kondisi alam dimana alam yang telah rusak tidak memiliki populasi kunang-kunang. Para peneliti di Universitas Syracuse, New York, berhasil menciptakan sumber cahaya buatan dari gabungan unsur biologis dan nonbiologis.
Material biologis dalam hal ini adalah enzim milik serangga kunang-kunang.  Seperti kita ketahui, kunang-kunang adalah salah satu hewan bioluminescence terbaik yang dapat kita temukan di alam bebas, untuk pengertian bioluminescence adalah  emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu. Cahaya yang mereka hasilkan adalah reaksi dari bercampurnya senyawa kimia luciferin dan enzim luciferase.
Kunang-kunang menggunakan substrat berupa D-lusiferin untuk menghasilkan pendaran.  D-lusiferin akan mengalami dekarboksilasi oksidatif dengan bantuan energi dari ATP sehingga dihasilkan emisi cahaya. Kunang-kunang juga memiliki enzim khusus yang dapat meregenerasi oksilusiferin menjadi D-lusiferin yang dapat digunakan kembali sebagai substrat.  Selain D-lusiferin, senyawa L-lusiferin diketahui juga dapat menjadi substrat bagi kunang-kunang untuk menghasilkan pendaran.
Untuk menghasilkan sebuah sinar tampak, sel-sel di dalam ekor kunang-kunang harus memproduksi ribuan enzim luciferase. Di dalam setiap sel, enzim-enzime tersebut mencari pasangannya dan berikatan membentuk senyawa kimia yang disebut luciferin. Enzim luciferase mempercepat reaksi kimia dengan menggabungkan molekul oksigen dengan luciferin sehingga membentuk oxyluciferin. Di dalam reaksi, luceferin teroksidasi, yaitu ia kehilangan sebuah elektron dan molekul-molekulnya berpindah ke tempat energi yang lebih tinggi. Ketika molekul-molekul yang penuh energi ini kembali ketingkat energi yang lebih rendah, yaitu dalam keadaan yang lebih stabil molekul-molekul melepas energi dan menghasilkan sinar 
Kemudian apa yang dilakukan oleh penelitian ini adalah menambahkan enzim luficerase kedalam permukaan sekumpulan nanorod (objek berukuran nano) yang terbuat dari material semikonduktor cadmium sulfide dan cadmiun seleneide. Nanorod-nanorod ini akan menyala ketika mereka terkena luciferin yang dalam percobaan ini berfungsi layaknya bahan bakar. Proses ini dinamakan dengan Bioluminescence Resonance Energy Transfer (BRET).
            Dan lampu buatan ini juga mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan cahaya alaminya. Menurut peneliti, dengan memanipulasi ukuran nanorod, maka cahaya yang ditimbulkan juga bisa menjadi beraneka warna, tidak hanya satu warna seperti yang dapat dihasilkan oleh kunang-kunang. Walaupun mereka belum menemukan bentuk pengaplikasian yang tepat untuk kebutuhan dunia nyata, namun mereka mengatakan lampu ini bisa saja digunakan untuk pengganti sumber cahaya lampu LED di masa yang akan datang.

No comments: